BKPPMI

BKPPMI
Badan Kerjasama Pondok Pesantren Madrasah Indonesia I Facebook : BKPPMI Pontren Madrasah I Twitter : BKPPMI I Yahoo Messenger : bkppmi I e-Mail : bkppmi@yahoo.com/bkppmi@gmail.com

Selasa, 27 Desember 2011

Marah dalam Pandangan Islam




Walaupun  marah adalah salah satu fitrah manusiawi pemberian sang Khalik ,  namun Allah SWT dan Rasulullah SAW memerintahkan umat Islam  untuk menahan marah. Bagaimana pandangan Islam terhadap marah ?  Bagaiman solusi dalam Islam agar umatnya mampu menahan amarah bahkan mampu memaafkan ?
Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Ta’ala.
Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia berbeda-beda dalam tingkat gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang stabil.
  • Kurang marah adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah. Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu kesadaran, fikiran dan inisiatif.
  • Marah yang stabil adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama untuk melampiaskan kemarahan.
Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang sebab-sebab marah.Diantara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai keberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.
Marah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan:
Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah subhanahu wata’ala, seperti marah karena Allah terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Marah yang terpuji jika motivasinya karena Allah tatkala aturan-aturan Allah dihinakan, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla (yang artinya):
“Dan kaum Musa setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan emas mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat pula menunjukkan jalan kepada mereka?. Mereka menjadikannya sebagai sesembahan dan mereka adalah orang-orang yang zalim(148)
Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi (149)
Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150)
Musa berkata : “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang “(151)
Sesunguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan di dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (152)
Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)
Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154) [QS. Al A’raf 148-154]
Jadi marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun. [Adab Ad-Dunnya wa Ad Din hal. 250]
  • Di antara marah yang tercela adalah marah karena fanatisme terhadap suku.
  • Marah yang diperbolehkan adalah marah yang bukan pada maksiat kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya:
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat”. [QS. As Syura’:43]
Beberapa terapi syara’ untuk mengobati marah:
1. Berlindung (kepada Allah azza wajalla) dari godaan syaitan yang terlaknat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Shord, beliau berkata: Aku duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan di hadapannya ada dua orang yang saling mencela, salah satu dari kedua orang tersebut telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Aku mengetahui satu kalimat seandainya dia ucapkanniscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada dirinya, seandainya ia membaca:  ) “Aku berlindung pada Allah dari syaitan” niscaya hilanglah amarahnya)”. [HR.Bukhari - Muslim]
2. Diam tidak berbicara. Mengambil sikap diam, hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam: “Apabila salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah dia diam”. [HR. Imam Ahmad]
3. Apabila mampu meninggalkan tempat itu maka berdirilah lalu pergi.
4. Bersikap tenang, yaitu duduk apabila sedang berdiri, atau tidur terlentang bilamana sedang duduk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih beleum mereda maka hendaklah dia berbaringlah” [HR. Abu Daud]
Perawi hadits ini adalah Abu Dzar radhiallahu anhu, beliau menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya: Bahwasannya ia telah mengambil air minum untuk dituangkan pada telaga miliknya, kemudian sekelompok orang datang dan berkata: “Siapakah orang yang mampu mendatangkan air untuk Abu Dzar sambil menghitung rambut kepalanya?”. Seorang laki-laki menjawab: “Saya”, maka datanglah lelaki tersebut dan mengambil air dari telaga itu, namun dia meleburkannya, merusaknya, atau menghancurkannya. Maksudnya adalah Abu Dzar meminta pertolongan dari lelaki tersebut untuk memberi minum untanya dari telaga itu, namun tiba-tiba orang itu berlaku buruk terhadapnya dan menyebabkan telaga itu hancur. ketika itu Abu Dzar berdiri kemudian duduk selanjutnya berbaring. Dikatakan kepadanya wahai Abu Dzar kenapa engkau duduk kemudian berbaring? Dia menjawab bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda…. kemudian beliau membacakan hadits diatas.
5. Berwudlu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Marah itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu”.[HR.Al Baihaqi]
6. Melaksanakan sholat. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Atsar:“Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka’at (shalat sunnah)“. [HR.Silsilah hadits shahihah]
7. Menjaga wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu” Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
أَوْصِنِي قَالَ:لاَ تَغْضَبْ, فَرَدَّدَ ذَلِكَ مِرَارًا قَالَ لاَ تَغْضَبْ
“Berilah aku wasiat beliau berkata: “Janganlah marah” Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Janganlah marah”. [HR. Bukhari]
“Janganlah marah maka bagimu adalah surga“. [Hadits shahih]
Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menjauhi sebab-sebab munculnya amarah baik bagaimana menahan amarah dan menolaknya, makahal ini sebagai tindakan yang paling besar yang membantu seseorang dalam memadamkan api kemarahan, juga mendapat pahala yang besar, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barang siapa yang menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah azza wa jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya”. [HR. Abu]
8. Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukan istimewa yang akan diberikan kepada orang yang bisa menahan dirinya dari marah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah”. [HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad]
Dari Anas radhiallahu anhu bercerita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: Apakah ini? mereka menjawab: “Dia pegulat yang ulung tidaklah seorangpun yang bergulat dengannya kecuali dia mengalahkannya. Kemudian beliau berkata: Tidakkah aku tunjukkan pada kalian yang lebih orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizalimi namun dia menahan kemarahanya kemudian dia mengalahkan orang yang menzaliminya dan mengalahkan syaitan diri serta mengalahkan syaitan saudaranya”. [HR Al Bazzar dan Ibnu Hajar]
9. Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika marah.
Dari Anas radhiallahu anhu berkata: Aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saat itu beliau memakai kain dari Najran yang kasar pinggirnya kemudian seorang badui’ datang menghampirinya dan menarik kain itu dengan tarikan yang sangat kuat, sampai aku melihat pada leher Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di mana tarikan itu sampai membekas karena kuatnya tarikan tersebut, kemudian ia berkata: “Wahai Muhammad perintahkanlah (kepada kaummu untuk membagikan kepadaku harta dari Allah yang ada di padamu, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meliriknya sambil tersenyum lalu beliau memerintahkan untuk diberikan bagian tertentu baginya” [HR Bukahri- Muslim]
Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menjadikan amarah tersebut hanya karena Allah subhanahu wata’ala yaitu bilamana tuntunan Allah subhanahu wata’ala dilanggar inilah marah yang terpuji.
10. Mengetahui bahwasanya menahan amarah adalah ciri orang yang bertakwa, hal itu sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala: “Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan manusia, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik”.[QS.Ali Imran:2:134]
11. Sadar ketika diingatkan.
Sebagaimana dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: Sesungguhnya seseorang meminta izin pada Umar radhiallahu anhu maka dia mengizinkannya dan ia berkata: “Wahai Ibnul Khattab demi Allah engkau tidak memberiku dengan pemberian yang banyak, tidak juga berhukum kepada kami dengan adil, seketika itu Umar radhiallahu anhu marah sehingga dia hendak memukulnya, namun Al Harb bin Qais (seorang teman duduk Umar) berkata: Wahai Amirul mu’minin sesungguhnya Allah ‘azza wajalla telah berfirman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
 “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. [QS.Al A’raf:199]
“Sebab, sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia teguh dalam tuntunan kitab Allah ‘azza wajalla. [HR.Bukhari]
12. Mengetahui akibat buruk sikap marah.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al Qomah bin Wail dari bapaknya radhiallahu anhu beliau bercerita kepadanya: Aku duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba datanglah seseorang membawa orang yang sedang diborgol lalu dia berkata: “Ya Rasulallah dia telah membunuh saudaraku kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada lelaki yang diborgol tersebut: “Apakah engkau telah membunuhnya?”, “Ya saya membunuhnya”. Jawabnya. Beliau berkata: “Bagaimana engkau membunuhnya?” Orang itu menjawab: “Aku bersamanya mengambil dedaunan dari pohon untuk makanan ternak, kemudian ia mencelaku hingga membuatku marah kemudian aku memukulnya dengan kapak tepat pada batang lehernya akhirnya dia mati…” [HR.Muslim]
13. Selalu berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala:
أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبِ
“Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati tentram”. [QS.Ar Ra’ad:28]
14. Memberikan hak badan untuk beristirahat.

Semua Ada Masanya, Jangan Tergesa




“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh…” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra,).
Begitulah proses penciptaan manusia. Setiap insan telah melaluinya, langkah demi langkah. Setiap tahapan dalam proses pun telah diperhitungkan dengan cermat, tepat dan tanpa cacat sedikitpun. Mengapa diperlukan proses tersebut? Bukankah Allah mampu menciptakan semua manusia sekaligus bila Ia menghendaki? Lagi pula hanya Dialah Allah Sang Maha Kuasa, Maha Mengetahui?
Proses tersebut diciptakan dan di dalamnya terkandung makna luar biasa. Sungguh Allah sebenarnya telah mendidik hamba-hambaNya semenjak ia berada dalam perut ibundanya, tarbiyah istimewa dariNya yakni tentang kesabaran. Ada proses yang harus dilalui dan itu membutuhkan kesabaran
Kesabaran terhadap segala sesuatu yang telah ia tetapkan, kesabaran dalam menjalani perintah-perintahNya, meski sungguh teramatlah mudah bagi Allah sang Maha Pencipta untuk menciptakan manusia sekaligus membuat mereka semua patuh. Namun Allah menghendaki manusia menjalani proses dan bagaimana menjalani tahapan demi tahapan dengan bersabar.
Bila bukan karena kesabaran dan ketabahan, tentulah Siti Hajar tidak akan mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil, Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali demi mendapatkan setetes air untuk putranya, ismail.
Contoh kesabaran juga bisa diambil dari kisah Nabi Yusuf yang dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya, terpisah dari ayah kandungnya, dan dipenjara sebagai tahanan, hingga pada akhirnya ia menjadi seorang penguasa Mesir. Nabi Yusuf melalui perjalanan yang amat panjang.
Sebagaimana pula Rosulullah saw yang rela dicerca dan dilempari batu hingga cedera pada kedua kaki Rasulullah oleh kaum Bani Tsaqif ketika beliau hijrah ke Thaif. Begitulah proses langkah demi langkah yang akan senantiasa berlanjut hingga batas waktu yang telah ditentukan.
Seorang anak kecil tak lantas tiba-tiba mampu berjalan. Ia harus merangkak terlebih dulu. Itu pun tak bisa dilakukan ketika si bocah masih di bawah sembilan bulan.
Saat pertama berjalan pun tak lantas ia bisa langsung berlari. Kadang keseimbangan sering hilang dan terjatuh. Butuh beberapa waktu lagi bagi si bocah untuk bisa benar-benar berjalan seimbang. Itulah waktu yang telah ditentukan dan tak bisa dielakkan dalam tahapan proses.
Namun dalam menjalani proses, sering kali manusia ingin mempercepat waktu. Contoh paling mudah saat ingin sembuh dari sakit. Ada usaha yang harus dilalui untuk mendapatkan kesembuhannya dan ketika meminum obat dari dokter pun terdapat syarat seperti sekali sehari, 2 kali sehari atau 3 kali sehari.
Tidak bisa kesembuhan diraih dengan serta merta meminum semua obat sekaligus. Justru ketika pasien melakukan hal tersebut akan mengakibatkan over dosis. Sifat ketergesaan inilah yang kerap menguasai seseorang dan membuat manusia sulit bersabar.
Senantiasa terdapat efek samping yang negatif dari tergesa-gesa. Manusia mudah melupakan segalanya dan senantiasa ingin mendapatkan apa yang diinginkannya dengan sesegera mungkin
Sebagaiman dalam beberapa firmannya “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (adzab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera” (QS. al-Anbiya’: 37).
Proses kehidupan perlu dilalui dengan sabar dan tenang, langkah demi langkah sebagaimana Allah mengajarkan proses terciptanya manusia.
Bersabarlah, karena semua ada masanya, seperti pelajaran ulat yang beralih rupa menjadi kupu-kupu elok. Bersabarlah, maka kita akan mendapatkan lebih dari apa yang kita harapkan. Justru sikap tergesa-gesa hanya membuat banyak energi terbuang sia-sia, membuat banyak ajaran dan petunjuk dari Allah terabaikan dan bahkan apa yang diupayakan bisa berakhir buruk, mirip dengan efek over dosis. Wallahua’lam.

Bepergian (Rihlah) Dalam Pandangan Islam




Setiap manusia tentunya pernah merasakan kejenuhan atas kesibukan dan kerutinan sehari-hari yang dihadapi. Seorang ibu yang setiap hari mengurus rumah tangga Seorang bapak yang setiap hari sibuk mencari nafkah Seorang anak dan sebagainya. Dalam aktivitas sehari-hari ada satu kondisi dimana manusia merasa jenuh dan ingin “bebas” dari kerutinan dan ini fitrah manusia. Sehingga Rihlah adalah HAJATUN BASYARIAH (kebutuhan) karena sebagai manusia kita membutuhkan refreshment baik terhadap jiwa maupun tubuh, refreshment inilah yang disebut rihlah atau rekreasi.
Kalau boleh jujur Rihlah juga cara yang efektif untuk menghemat biaya pengobatan, dan jangan pelit untuk rihlah karena biaya yang kita keluarkan untuk rihlah adalah salah satu investasi jangka panjang untuk memelihara kesehatan sambil melihat kebesaran Allah sehingga bertambahlah keimanan kita. Jadi selain sehat, rihlah berpotensi mendapatkan pahala , bahkan di sebuah lembaga penelitian kesehatan di California, di Amerika Serikat, tingkat biaya pengobatan bisa dikurangi sampai 20 % melalui program rekreasi dan fitness.
Menurut Dr Abdul Hakam Ash-Sha’idi dalam bukunya berjudul Ar-Rihlatu fi Islami, Islam membagi bepergian atau perjalanan dalam lima kelompok:
* Bepergian untuk mencari keselamatan seperti hijrah yaitu keluar dari negara yang penuh bid’ah atau dominasi haram.
* Bepergian untuk tujuan keagamaan seperti menuntut ilmu, menunaikan ibadah haji, jihad di jalan Allah, berziarah ke tempat-tempat mulia, mengunjungi kerabat atau saudara karena Allah, dan bepergian untuk mengambil ibrah atau menegakkan kebenaran dan keadilan.
* Bepergian untuk kemaslahatan duniawi seperti mencari kebutuhan hidup, mencari nafkah.
* Bepergian karena urusan kemasyarakatan seperti menengahi pertikaian, menyampaikan dakwah, bermusyawarah.
* Bepergian untuk kepentingan turisme atau kesenangan semata.
Tujuan Rihlah
Di dunia, dalam kehidupan manusia, Islam selalu menyerukan agar manusia dalam bepergian dan bergerak menghasilkan kebaikan dunia dan akhirat. Dari maksud tersebut, manusia akan mendapatkan nilai plus pada rihlah. Jadi bukan hanya kesenangan saja yang didapat dari rihlah itu tetapi pahala atau ganjaran dari Allah SWT juga akan diraih. Urusan seorang muslim bergerak dan berpindah-pindah untuk mendapatkan rezeki, menuntut ilmu, melaksanakan haji atau umrah, menjenguk kawan, menjenguk orang sakit dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut bernilai ibadah jika tujuan berpergian dalam rangka mencari ridho Allah semata.
Kisah Rihlah di dalam Al Qur`an
Aneka macam rihlah, seperti dikisahkan dalam Al Quran, telah banyak dicontohkan oleh para nabi, rasul dan tokoh-tokoh utama peradaban. Antara seperti:
a. Rihlah Nuh As, Ibrahim As dan Musa As untuk menyelamatkan diri dan ummatnya dari azab atau orang-orang zalim.
“Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri (Syam) yang Kami telah memberkatinya untuk sekalian manusia.” (QS. 21:71)
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit berhentilah.” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi (Armania) dan dikatakan:”Binasalah orang-orang yang zalim.” (QS. 11:44).
“Dan Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hambaku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disuruli.” (QS. 32:52).
b. Musa As dan Khidir As juga bepergian untuk mencari ilmu pengetahuan dan pemuliaan.
“Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamlkan penumpangnya? “Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.” (QS.18:71).
c. Sedang rihlah untuk tamasya dicontohkan Zulqarnain dalam rangka tafakur alam.
“Mereka akan bertanya kepadamu tentang Zulqarnain. Katakanlah,” Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) Bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai segala sesuatu), maka diapun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan uma.
Kami berkata ” Hai zulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka. Berkata Zulqarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhan mengazabnya dengan azab yang amat sangat. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kammi titahkan kepadanya (perintah) yang mudah bagi perintah-perintah kami”.
Kemudian Dia menempuh jalan (yang lain). Hingga apabila telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah timur) dia mendapatkan matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang dapat melindunginya dari (teriknya) matahari itu. Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). Hingga apabila dia telah sampai diantara dua bukit, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Zulqarnain, sesungguhnya Ya`juj dan Ma`juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. maka dapatkah kami memberikan upeti kepadamu supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah zulqarnain: “Tiuplah (api itu)” hingga apabila besi sudah menjadi (merah seperti) api,diapun berkata: “berilah aku tembaga ( yang mendidih agar kutuangkan ke atas besi panas itu”. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Zurqarnain berkata:”(Dinding) ini adalah rahmat dari tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”. (QS. 18:98).
Perjalanan para nabi dan kaum shalihin, adalah salah satu rekreasi diniyah yang mengandung banyak ibrah, pelajaran dan hikmah yang mendorong orang untuk terus mencapai dan mengejar kebaikan. Mereka adalah pembawa risalah di mana pun mereka berada dan seluruh risalah mereka itu pun dilakukan semata dengan izin Allah SWT, serta hanya bersandar kepada-Nya.
Etika Rihlah
Islam membekali para penganutnya dengan berbagai etika rihlah. Antara lain bepergian atau perjalanan hendaknya dilakukan dengan:
1. niat baik mencari keridhaan Allah SWT.
2. ikhlas karena Allah,
3. berakhlak mulia,
4. berhati-hati dan cermat,
5. tidak dicampuri dengan kemaksiatan
6. selalu minta pertolongan kepada Allah SWT.
7. sesudah bepergian juga setiap muslim disunnahkan untuk shalat sunnah dua rakaat.
Dari Ka`Ab bin Malik r.a. berkata: Biasa Nabi SAW jika tiba dari bepergian mendahulukan masuk ke masjid dan sholat dua raka`at di dalamnya.” (HR Bukhary, Muslim).
8. sunnah mencari rombongan dan mengangkat seseorang sebagai pemimpin rombongan.
Dari Abu Said dan Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: Jika keluar dalam bepergian harus mengangkat salah seorang sebagai pemimpin rombongan.” (HR Abu Dawud).
Lalu, agar rihlah berjalan sesuai niat dan membuahkan hasil yang efektif, maka diperlukan persiapan biaya, medis serta pengetahuan daerah yang akan dituju.
Hikmah
Hikmah rihlah bukan hanya menambah ikatan cinta antar anggota masyarakat karena saling kunjung mengunjungi tapi juga memperdalam ketaatan kepada Allah.
“Maka tidakkah mereka mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka ; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.” (QS. 47:10).
Rihlah Ternyata Bukan Sekedar Melepas Lelah
Setiap orang, setiap rumah tangga, setiap keluarga pasti pernah merasakan kejenuhan atas kesibukan dan kerutinan sehari-hari yang dihadapinya. Seorang ibu rumah tangga yang saban hari bergelut dengan kesibukan rumah dan mengurus anak-anaknya. Seorang bapak yang setiap hari bergelut dengan pekerjaan menafkahi anak istrinya. Seorang anak sekolah yang bergelut dengan kesibukan belajarnya, dan sebagainya. Pasti pernah mengalami saat-saat jenuh dan ingin “bebas” dari kerutinan. Pada saat-saat inilah dibutuhkan refreshment baik terhadap jiwa maupun tubuh, refreshment inilah yang disebut rihlah atau rekreasi. Rihlah adalah salah satu cara yang efektif untuk menghemat biaya pengobatan, dan biaya yang dikeluarkan untuk rihlah adalah salah satu investasi yang baik untuk memelihara kesehatan kita. Menurut sebuah data dari lemabaga penelitian kesehatan di California, di Amerika Serikat, tingkat biaya pengobatan bisa dikurangi sampai 20 % melalui program rekreasi dan fitness.
Beberapa keuntungan rihlah
1. Kesehatan jasmani Rihlah bagi seorang muslim bukanlah berorientasi berhura-hura untuk menyenangkan hati belaka. Tetapi rihlah adalah salah satu kiat kita dalam menjaga kesehatan, dan memelihara jasmani agar bisa menjadi seorang muslim yang kuat. Setelah badan kita segar, maka diharapkan kita dapat melanjutkan pekerjaan kita dengan kondisi yang lebih baik, sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif dan ihsan.
Di saat-saat Rihlah, kita bisa terbebas dari pekerjaan keseharian yang mungkin menimbulkan stres pada tubuh yang berakibat pada ketidak seimbangan hormon dalam tubuh dan berakibat lebih jauh pada melemahnya ketahanan tubuh. Maka dengan rihlah diharapkan kita bisa relaks, dan mengendurkan ketegangan-ketegangan atau stress yang ada, sehingga keseimbangan hormon bisa kembali normal.
Pada saat-saat rihlah, anak-anak bisa bebas bermain dan bergerak yang sangat baik untuk pertumbuhan otot dan tulang-tulang anak.
2. Keuntungan ekonomi Rihlah memang tak selalu harus mengeluarkan biaya untuk ke tempat-tempat pariwisita yang mahal harganya. Akan tetapi untuk mendapatkan suasana baru, acap kali kita dituntut untuk mengeluarkan sedikit uang ke tempat rekreasi misalnya. Dengan pergi ke tempat-tempat rekreasi, tak dapat dipungkiri kita akan mendistribusikan rizki kepada orang-orang yang mencari rizki di sekitar tempat pariwisata. Dan biaya rihlah dapat dipikirkan sebagai biaya preventif dari pengobatan penyakit, yang di masa sekarang makin melambung biayanya. Maka keuntungan secara ekonomi ini, tak hanya dimiliki oleh kita semata tapi pula oleh orang-orang lainnya.
3. Keuntungan terhadap lingkungan dan hubungan antar pribadi
Lewat rihlah pula komunikasi suami istri yang macet karena kesibukan istri mengurus rumah tangga dan anak-anak, dan suami yang sibuk dengan bekerja di luar rumah, dapat terobati. Tak jarang pula lewat rihlah konflik antara orang tua dan anak yang menjelang remaja karena komunikasi yang macet terobati. Suasana berbeda yang dihadirkan saat rihlah, membuat kita bisa bebas mengemukakan perasaan dan ganjalan-ganjalan yang mungkin tak sempat kita komunikasikan kepada suami/istri kita di saat-saat biasa. Mungkin karena kesibukan ataupun kelelahan masing-masing pihak. Segala sumbatan komunikasi antar pihak dapat mencair melalui suasana santai yang dihadirkan saat rihlah.
Rihlah bersama rekan sejawat dan saudara kita sesama muslim pula akan meningkatkan hubungan silaturahmi antar keduanya. Apalagi jika dalam rihlah kita bisa saling bantu membantu untuk mempersiapkan keperluan rihlah, memasak bersama dan sebagainya, tentu akan lebih meningkatkan rasa kerja sama dan ukhuwah di antara kita. 4. Keuntungan psikologi(ruhiah)
Keuntungan psikologi atau ruhiah erat kaitannya dengan kesehatan tubuh. Dalam rihlah kita mengendurkan urat saraf dan mengembalikan keseimbangan hormon, yang erat kaitaannya dengan kondisi psikologis seseorang. Apalagi jika dalam rihlah, kita bisa sekalian bertafakur mengagumi kebesaran Allah Dan kita temui banyak hal dan pengalaman baru yang menjadikan hati kita kaya dan bisa berbelas kasih pada orang-orang yang kekurangan, setelah kita disibukkan oleh berbagai kesibukan yang kadang mematikan hati kita sehari-hari.*

Menanam Pohon, Amal Shaleh dengan Pahala yang Terus Mengalir




Sebagian orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut. Demi menepis persangkaan yang salah ini, kali ini kami akan mengulas PENTINGNYA PENGHIJAUAN menurut tuntunan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- beserta dalil-dalilnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. [HR. Muslim]
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. 
[HR. Al-Bukhoriy ]
Perhatikan, satu diantara perkara yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya” . [HR. Muslim ]
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy -rahimahullah- berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, “Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada. Para ulama silang pendapat tentang pekerjaan yang paling baik dan paling afdhol. Ada yang berpendapat bahwa yang terbaik adalah perniagaan. Ada yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah kerajinan tangan. Ada juga yang menyatakan bahwa yang terbaik adalah bercocok tanam. Inilah pendapat yang benar. Aku telah memaparkan penjelasannya di akhir bab Al-Ath’imah dari kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Di dalam hadits-hadits ini terdapat keterangan bahwa pahala dan ganjaran di akhirat hanyalah khusus bagi kaum muslimin, dan bahwa seorang manusia akan diberi pahala atas sesuatu yang dicuri dari hartanya, atau dirusak oleh hewan, atau burung atau sejenisnya”.
Pahala sedekah yang dijanjikan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits ini akan diraih oleh orang yang menanam, walapun ia tidak meniatkan tanamannya yang diambil atau dirusak orang dan hewan sebagai sedekah.Al-Hafizh Abdur Rahman Ibnu Rajab Al-Baghdadiy -rahimahullah- berkata, “Lahiriah hadits-hadits ini seluruhnya menunjukkan bahwa perkara-perkara ini merupakan sedekah yang akan diberi ganjaran pahala bagi orang yang menanamnya, tanpa perlu maksud dan niat”.
Penghijauan alias REBOISASI merupakan amalan sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan, batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin, membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran sempit ini.
Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI alias penghijuan, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits lainnya, seperti beliau pernah bersabda, |
“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad ]
Ahli Hadits Abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata saat memetik faedah dari hadits-hadits di atas, “Tak ada sesuatu (yakni, dalil) yang paling kuat menunjukkan anjuran bercocok tanam sebagaimana dalam hadits-hadits yang mulia ini, terlebih lagi hadits yang terakhir diantaranya, karena di dalamnya terdapat targhib (dorongan) besar untuk menggunakan kesempatan terakhir dari kehidupan seseorang dalam rangka menanam sesuatu yang dimanfaatkan oleh manusia setelah ia (si penanam) meninggal dunia. Maka pahalanya terus mengalir, dan dituliskan sebagai pahala baginya sampai hari kiamat”.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green”  –semoga Allah memberikan balasan kebaikan bagi mereka-.
Saking besarnya manfaat dari penghijauan lingkungan , tanah yang dahulu kering kerontang bisa berubah menjadi tanah subur. Sungai yang dahulu gersang, dengan reboisasi bisa berubah menjadi berair.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda dalam sebuah yang shohih,
“Tak akan tegak hari kiamat sampai tanah Arab menjadi tanah subur, dan sungai-sungai”. [HR. Ahmad]
Ketika para sahabat mendengarkan hadits-hadits ini, maka mereka berlomba-lomba dan saling mendorong untuk melakukan program penghijauan ini, karena ingin mendapatkan keutamaan dari Allah -Azza wa Jalla- di dunia dan di akhirat berupa ganjaran pahala.
Para pembaca yang budiman, jika kita mau membuka sebagian kitab-kitab hadits yang berisi keterangan dan petunjuk jalan hidup para salaf (pendahulu) kita dari kalangan sahabat dan generasi setelahnya, maka kita akan mendapatkan manusia-manusia yang memiliki semangat dalam menggalakkan perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam perkara ini.
Seorang tabi’in yang bernama Umaroh bin Khuzaimah bin Tsabit Al-Anshoriy Al-Madaniy -rahimahullah- berkata,
“Aku pernah mendengarkan Umar bin Khoththob berkata kepada bapakku, “Apa yang menghalangi dirimu untuk menanami tanahmu?” Bapakku berkata kepada beliau, “Aku adalah orang yang sudah tua, akan mati besok”. Umar berkata kepadanya, “Aku mengharuskan engkau (menanamnya). Engkau harus menanamnya!” Sungguh aku melihat Umar bin Khoththob menanamnya dengan tangannya bersama bapakku”. [HR. Ibnu Jarir Ath-Thobariy ]
Al-Imam Al-Bukhoriy -rahimahullah- meriwayatkan sebuah atsar dari Nafi’ bin Ashim bahwa,
“Dia pernah mendengar Abdullah bin Amer -radhiyallahu anhu- berkata kepada keponakannya yang telah keluar dari kebunnya, “Apakah para pekerjamu sedang bekerja?” Keponakannya berkata, “Aku tak tahu”. Beliau berkata, “Ingatlah, andaikan engkau adalah orang Tsaqif, maka engkau akan tahu tentang sesuatu yang dikerjakan oleh para pekerjamu”. Kemudian beliau menoleh kepada kami seraya beliau berkata, “Sesungguhnya seseorang bila bekerja bersama para pekerjanya di kampungnya atau hartanya, maka ia adalah pekerja diantara pekerja-pekerja Allah -Azza wa Jalla-”. [HR. Al-Bukhoriy ]
Amer bin Dinar -rahimahullah- berkata,
“Amer bin Al-Ash pernah masuk ke dalam suatu kebun miliknya di Tho’if yang dinamai dengan “Al-Wahthu”. Di dalamnya terdapat satu juta batang kayu. Beliau telah membeli setiap kayu dengan harga satu dirham. Maksudnya, beliau menegakkan dengannya batang-batang anggur”. [HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (46/182)]
Para pembaca yang budiman, perhatikanlah sahabat Amer bin Al-Ash telah berani berkorban demi memelihara tanaman-tanaman yang terdapat dalam kebunnya. Semua ini menunjukkan kepada kita tentang semangat para sahabat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam melaksanakan perintah dan anjuran beliau dalam menghijaukan lingkungan. Maka contohlah mereka dalam perkara ini, niscaya kalian mendapatkan keutamaan sebagaimana yang mereka dapatkan. Namun satu hal perlu kita ingat bahwa usaha dan program penghijauan seperti ini terpuji selama tidak melalaikan kita dari kewajiban, seperti jihad, sholat berjama’ah, mengurusi anak dan keluarga atau kewajiban-kewajiban lainnya. Jika melalaikan, maka hal itu tercela!!!
Lihat selengkapnya: http://almakassari.com/artikel-islam/akhlak/go-green-sebuah-amal-jariyah.html

Kamis, 27 Oktober 2011

Ketampanan Hatinya, Memikat Gadis Kaya Raya



Oleh : Guntara Nugraha Adiana Poetra, Lc.

Kirim

Sebenarnya sudah lama kisah ini ingin saya tuliskan, tapi karena rasa malas berlarut akhirnya baru sekarang niat itu muncul kembali, berawal dari beberapa kali  membaca catatan seputar dunia cinta (katanya) Islami dari para ikhwan dan akhwat yang kebenaran sumbernya masih di ragukan, bahkan dibuat menjadi mellow, mengawang ke sana kemari (membosankan), atau mungkin di ambil dari novel bernuansa religi yang ramai di tanah air, dari sinilah keinginan menulis kisah cinta yang nyata datang.
Kisah ini  diambil dari rangkaian perjalanan  sahabat saya yang mempunyai nama lengkap ‘Ibad Rahman’ (bukan nama sebenarnya) biasa disapa dengan Ibad, berasal dari Bekasi, Jawa Barat. Kita sama-sama menuntut ilmu di Mesir, dan tinggal di dalam satu Asrama Pelajar Azhar yang sama  dekat kampus tercinta, hanya saja dia lebih dahulu daripada saya 1 tahun, saya ambil jurusan Ushuluddin, sedangkan Ibad lebih memilih syari’ah Islamiyah.
Hmm….Kalau  boleh jujur, kisah sepele ini sebenarnya lebih bermakna ketimbang cerita seorang pelajar bernama azzam serta kesungguhannya dalam mencari cinta yang halal dan kebenaran yang diabadikan via novel yang sangat fenomenal di tanah air ‘’Ketika Cinta Bertasbih’’ atau  cerita dari Fakhri dalam novel ‘’Ayat-Ayat Cinta’’ yang puluhan kali dicetak ulang lalu difilmkan dan ditonton oleh 3,5 juta orang  serta berhasil terjual  lebih dari 400.000 exp. (ceritanya pun terlalu jauh dari kenyataan di tengah sahara kehidupan).
Sederhana, mudah bergaul, cerdas,  pekerja keras dengan postur tubuhnya yang tidak terlalu besar, dan pemberani, bukan juga tipe yang konfrontatif, oportunis apalagi glamour, melainkan pelajar dengan tipe realistis serta  Professional yang berorientasi pada studi saja  selama di Mesir, juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Teknologi Bandung, walau tidak lama, pandai dalam disiplin ilmu fisika, kimia dan sejenisnya, dialah Ibad seorang sahabat yang selalu teringat dalam benak saya sampai saat ini.
Jauh sebelum kuliah ke Mesir, sebenarnya dia ini tidak cakap berbahasa Arab bahkan tidak ada background pesantren., sebut sajalah  orang  awam dalam masalah agama, akan tetapi cinta dengan kebenaran, singkat cerita….tentunya kita pernah mendengar konflik yang terjadi di Ambon tahun 2000 pasca lengsernya rezim orde baru di tangan pemimpin partai berkuasa saat itu yang  kendaraan politiknya semakin menggelitik dan sampai sekarang masih eksis.
Entah apa alasannya…akhirnya dia memutuskan untuk ikut berjihad ke Ambon dan meninggalkan kuliahnya di ITB, saya pun sempat terbakar semangatnya ketika menyaksikan video tentang Ambon apalagi saat itu masih mesantren, tapi sayangnya semangat ini tidak sebanding lurus dengan keimanan yang masih cinta akan dunia.
Benarlah Al Qur’an menceritakan perihal orang-orang yang beriman, yaitu Allah lah yang langsung membimbing mereka, terbingkai indah dalam surat Yunus ayat 9 juz 11 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya [1]…………….
Bukan hanya berupa bimbingan sebagai balasan bagi orang yang  beriman dan bertaqwa, tapi juga Allah  lah  yang  senantiasa menjadi sang murabbi atau guru terbaik baginya, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 282 juz 3 :
…………Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Lain halnya dengan orang yang kufur dan tidak percaya akan tanda-tanda kebesarannya, Allah tidak akan membimbing mereka bahkan baginya adzab yang teramat pedih sebagai balasan.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah (Al Quran), Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih. (QS ; An Nahl ayat 104 juz 14)
Mungkin dari sinilah Allah membimbing sahabat saya untuk pergi berjihad membantu saudara seiman di tanah para syuhada Ambon sebagai awal dari datangnya hidayah kepadanya, subhanallah,…. keberaniannya membuat saya kagum sama halnya kekaguman saya kepada Rasulullah, seorang yang sederhana tapi sangat pemberani.
Anas bin Malik menuturkan, ‘’Rasulullah adalah pribadi yang paling bagus akhlaqnya paling dermawan dan paling pemberani. Suatu malam, para penduduk Madinah dikejutkan oleh datangnya suara aneh. Beberapa orang langsung menuju suara tersebut, ternyata mereka mendapati Rasulullah sudah pulang. Ternyata  beliau sudah mendahului mereka menemui suara itu.  Dengan masih mengendarai kudanya, beliau berkata, ‘’ mengapa kalian takut ? mengapa kalian takut ? itu hanya suara air laut. Yah, hanya suara air laut saja.’’ Beliau memang seorang kesatria pemberani. [2]
Akhirnya Ibad  kembali  ke Bandung setelah beberapa pekan di Ambon dengan membawa jutaan pelajaran berharga, dimana dia menyaksikan langsung kejadian demi kejadian  memilukan, beberapa kerabatnya mendapatkan  syahid di tanah Ambon.  (Mudah-mudahan Allah menerima pahala syahid mereka…Ya Robbana)
 ‘’Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup [3], tetapi kamu tidak menyadarinya’’.(QS : Al Baqarah ayat 154 juz 2).
Skenario Awal Dari Sang Sutradara Kehidupan
Takdirlah yang mempertemukan mereka (Ibad dan gadis lugu) untuk pertama kali, ketika sama-sama belajar di ITB, saat itu Ibad mengikuti orientasi mahasiswa baru jenjang S1, sedangkan gadis itu pada jenjang di atasnya yaitu S2, tidak banyak cerita yang saya dapat dari kisah pertemuan mereka, karena memang frekuensi pertemuan mereka berdua pun tidaklah banyak, sempat bertemu di tempat photocopy kampus, selirik dua lirik mereka pun saling mengenal wajah tanpa banyak komunikasi alias jarang.
Sekembalinya Ibad dari Ambon seperti yang saya ceritakan pada paragraf sebelumnya, akhirnya dengan tekad bulat dia memutuskan untuk meninggalkan  ITB, padahal kala itu kesempatan belajar ke Eropa pun ada dihadapannya, mengingat kecerdasan yang dimiliki dan kuatnya jaringan kampus, dia memilih untuk lebih memperdalam agama ketimbang  menjadi ahli fisika dan ilmu-ilmu umum lainnya yang  terlihat lebih menjanjikan di mata manusia daripada menjadi  akademisi muslim yang sangat kurang diminati masyarakat sampai-sampai getarannya  dirasakan juga oleh  keluarga saya atau mungkin keluarga Anda.
Sebagai bukti kongkret ada sedikit cerita, awalnya keluarga  tidak mendukung langkah saya pergi ke Mesir, bahkan orangtua lebih merekomendasikan saya untuk mendaftar di salah satu kampus terkenal di Sumatra Barat dan tidak perlu jauh-jauh pergi ke negeri piramida, hanya dengan sedikit kemampuan yang saya miliki untuk  melobi dan rayuan khas umumnya seorang anak kepada orangtua, akhirnya saya pun bisa mendominasi jalur pikiran mereka.
Sikap dari orangtua pun bisa saya maklum karena bedanya pola pikir kami dalam menilai Islam sebuah Esensi  dan  faktor psikologi juga mempunyai pengaruh kuat, karena lamanya mesantren yang jauh dari rumah di Depok dan hendak kembali terpisah setelah  Aliyah dengan keluarga untuk jangka waktu yang lama walau perpisahan ini hanya tuk sementara (Studi Normatif). ‘’Sambil mendoakan semoga Allah membesarkan hati mereka dan orang-orang tercinta yang saya tinggalkan  selama bertahun-tahun.’’
Awal Segala Sesuatunya untuk Ibad….
Ibad pun  mengikuti studi bahasa Arab di salah satu lembaga pendidikan  di Bandung yaitu Ma’had Al-Imarat yang banyak di warnai pula oleh lulusan dari Timur tengah  juga Lipia Jakarta.  Singkat cerita…..dengan modal kecintaan  pada agama, juga  negaranya, serta bekal ilmu yang didapat dari Al-Imarat walau hanya beberapa bulan, Ibad  memberanikan diri untuk mengikuti seleksi pelajar berbeasiswa ke Timur tengah yaitu Mesir yang difasilitasi oleh Kementerian Agama RI. Alhasil… keajaiban serta rahmat Allah pun datang padanya, dia masuk nominasi dan berhasil lulus dalam tahap penyeleksian dengan menggeser banyak saingan dari berbagai pondok modern terkenal yang berbasiskan dua bahasa asing (Inggris dan Arab).
………’’Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik’’. (QS : Al A’raaf  ayat 56 juz 8)
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.. (QS : Huud ayat 115 juz 12).
………’’ Sesungguhnya barang siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS : Yusuf ayat 90 juz 13).
……………….Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS : An Nahl ayat 128 juz 14).
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.(QS : Al Kahfi ayat 30 juz 15).
 Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS : Al ‘Ankabuut ayat 69 juz 21).
Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS : Muhammad ayat7 juz 26)
Terlampau banyak ayat yang memuji  orang-orang baik dalam Qur’an sebagaimana banyak juga ayat yang menyentil orang-orang yang  kurang baik atau tidak baik sama sekali, paling tidak….beberapa ayat di atas bisa memberikan secuil gambaran dan menambah cakrawala baru seputar dunia Islam dan literaturnya.
Kejadian sahabat saya ini mengingatkan kita akan bukti dan janji Allah terhadap orang-orang yang tulus hatinya dalam mencintai Allah serta menjaga dan memperjuangkan agamanya dengan jiwa raga serta hartanya dengan memberinya Ilmu dan Hikmah atau menjadikannya pribadi dewasa yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, sebagaimana Allah memberikannya kepada nabi Yusuf.
Dan tatkala dia cukup dewasa [4] Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. ( QS : Yusuf ayat 22 juz 12).
Juga ada kisah yang sangat menyentuh kita  perihal ketaatan  dari dua nabi Allah  (Ibrahim dan Ismail) sebagai balasan bagi hamba-hambanya yang berbuat baik, lengkapnya di surat  Ash Shaaffaat ayat 83-111 juz 23. tuk lebih jelasnya bisa dikaji secara perlahan sambil membuka tafsiran para ulama terkemuka di rumah masing-masing.
Kesan Pertama Seorang Gadis
Waktu pun bergulir seiring dengan semangat Ibad untuk lebih memperdalam agama ke negeri kinanah, konon katanya kiblat ilmu  (agama) adalah Mesir, tahun 2003 sebelum keberangkatannya, tanpa disangka-sangka setelah terakhir kali pertemuan mereka di tempat photocopy kampus dan sekian lama terpisah oleh diam, ruang, jarak, dan dinding waktu mereka dipertemukan kembali oleh Allah di bandara Soekarno-Hatta, percakapan singkat pun terjadi antara dua insan yang sama-sama sibuk dengan urusannya, ‘’ kamu mau ke mana, Tanya gadis lugu tersebut, ke Mesir jawabnya singkat’’.
Jawaban dari Ibad ternyata memberi kesan mendalam bagi sang gadis, dia membayangkan ketika mendengar kata Mesir itu ‘identik’ dengan para pelajar Islam yang bersungguh-sungguh mencari kebenaran, berharap mempunyai pendamping yang bisa membimbingnya dalam masalah agama, pendek kata komunikasi pun berlanjut dengan lebih memanfaatkan kekinian, akhirnya mereka berdua pun saling bertukar alamat email.
Begitu mendalamnya kesan gadis lugu kepada Ibad, sampai-sampai dengan semangatnya  gadis tersebut menjaga komunikasi via mail, sebenarnya Ibad lebih memilih fokus dalam belajar, akan tetapi hari demi hari, hingga sampailah dia pada tahun ke-2  di Mesir, gadis tersebut memintanya untuk menjadi pendamping….Wawww..benar-benar dahsyat sahabatku yang satu ini, ternyata bukan hanya Rasulullah yang di taksir berat oleh wanita kaya (Khadijah) karena ketulusan hatinya, manusia seperti kamu juga bisa (sambil menggelengkan kepala).
Ibad tidak lantas mengiyakan keinginan gadis  lugu tersebut. Hanya saja mengatakan kepadanya,, ‘’ oh y….jika kamu benar-benar serius, alangkah baiknya kamu datang  ke rumahku di Bekasi, kalau orang tuaku setuju…is okey. Jawab ibad, konteksnya begitu, adapun tuk redaksi aslinya bisa di kembangkan di alam pikiran para pembaca sekalian., hehe
Rupanya gadis tersebut memang naksir berat, saking beratnya, hilanglah rasa gengsi sebagai seorang perempuan yang datang ke rumah laki-laki untuk sekedar meminta restu  orangtua si laki-laki, padahal kalau kita perhatikan di zaman sekarang, jika ada lelaki yang berkata seperti Ibad, jawaban dari para gadis, ‘’emangnya cowo cuma kamu aja, yeehhhhhh’’  hehe….
Begitu kaget keluarganya di Bekasi ketika kedatangan tamu seorang gadis berparas cantik,, tampak dari wajahnya ketulusan dan kebaikan, bermaksud untuk melamar anaknya yang sedang menuntut ilmu di Mesir. Tahukah Anda …… apa yang di katakan orangtua Ibad kepadanya ketika ada seorang wanita datang tuk melamar, kurang lebih begini,’’ kamu ini gimana seh…ada wanita  cantik begini ko tidak di iyakan. Begitulah kurang lebih, hehe
Indah Pada Waktunya…
Akhirnya di tahun 2005 pulanglah sosok yang di idamkan oleh sang gadis ke tanah air  dan menikahlah dua insan yang sebenarnya sama-sama jatuh cinta, hanya saja kecintaan Ibad kepadanya sedikit tergeser dan tersembunyikan dengan semangatnya dalam mencari ilmu, untung saja gadis tersebut cerdas dan pandai membaca  keadaan.
Gadis tersebut ialah lulusan ITB yang saat ini menjadi seorang dosen di salah satu kampus ternama di Jakarta yaitu Universitas Trisakti, Anda bisa bayangkan berapa nominal materi yang di dapat jika Anda bekerja di sana, belum lagi dia aktif dalam mengisi seminar nasional dan internasional, 7 juta pun itu adalah nominal terendah, bahkan bisa belasan juta atau lebih, ditambah lagi dia berasal dari keluarga yang mampu dan tinggal di  bilangan kawasan elit Jakarta, berbeda dengan Ibad yang hanya berasal dari keluarga sederhana di Bekasi.
Sebelumnya gadis yang usianya di atas kepala 3 disaat menikahi Ibad yang baru berumur sekitar 25 tahun, terpaut perbedaan antara keduanya  lumayan jauh sekitar 10 tahun, beberapa kali menolak lamaran dari lelaki mapan lagi gagah, padahal kalau mau dibandingkan dengan Ibad, tentunya masih jauh, dia masih pelajar, masa depannya pun belum jelas, hanya bermodalkan ilmu agama dan kecintaan yang tulus kepada Tuhannya.
 Kembali lah Ibad ke Mesir untuk menyelesaikan study karena masih ada 4 semester  untuk mendapatkan gelar Lc, tapi Ibad tidak merasa sedih berlebih apalagi khawatir, karena sisa 2 tahun di Mesir  ternyata di jamin oleh pihak istri, jadinya setiap semester Ibad pulang ke tanah air untuk berbulan madu, Anda tahu….hanya orang-orang elit serta para diplomatlah yang bisa pulang pergi ke tanah air, dan yang ketiga adalah Ibad, hehe…
Dari cerita unik sampai yang mengharukan pun kami dapat dari Ibad, bercengkerama santai menjadi topik pembicaraan di asrama bersama teman-teman seperjuangan, mulai dari Ibad yang menjadi seperti direktur, karena ke mana-mana selalu istrinya yang menyetir mobil, termasuk berbulan madu ke puncak,  maklum.., karena Ibad tidak bisa menyetir mobil ketika itu, sedangkan mobil bagi istrinya adalah kendaraan pribadi yang  senantiasa menghiasi hari-harinya di kampus.
Di mata kami Ibad adalah sosok lelaki yang  penuh dengan tanggung jawab, perbedaan kondisi sosial antar dia dan istrinya menjadi bahan pertimbangan yang cukup berarti, bagaimanapun dia adalah kepala rumah tangga yang wajib menafkahi istrinya, walau kala itu dia belum berpenghasilan tetap dengan gaji yang tidak sebanding dengan istrinya, dia pun tinggal  sementara di rumah yang menurutnya terlalu mewah bersama keluarga istrinya sambil membimbing masalah agama dan mengkaji Islam secara utuh bersama keluarga barunya.
Pernah suatu ketika Ibad pun pergi berjualan perangkat kebutuhan  ibadah di sekitar masjid tidak jauh dari rumah barunya di PMI (Pondok Mertua Indah),  sampai akhirnya terlihat oleh istrinya, dibawanya dia masuk ke dalam  mobil  bermaksud  mengajaknya segera pulang dengan linangan air mata dari seorang istri yang begitu menyayanginya, tak habis pikir melihat suami berjualan seperti itu.
Entah kenapa menangis, Ibad  pun  sedikit heran dan berusaha menjelaskan bahwasanya dia ingin mencari pekerjaan yang halal walau hanya sebatas jualan kecek-kecek. Subhanallah…..
Lama sudah saya dan Ibad tidak saling menyapa, lebih dari 4 tahun, pertemuan terakhir kami di tahun 2007 sebelum dia pulang ke tanah air dengan membawa ilmu dan ijazah Azhar tentunya.
 Wahai Ibad Rahman Sahabatku…..
  Walaupun ruang, jarak, waktu menjadi dinding pemisah di antara kita, segumpal darah bernama hati dengan izin Allah takkan pernah menjadi penghalang untuk kita tetap dalam Ukhuwah Islamiyah. Semoga kenangan manis  kan terukir  nantinya.
Kebenaran Janji Allah
Kisah Ibad di atas sebenarnya sebuah Studi Normatif abad modern, karena Allah sendirilah yang menjamin orang-orang baik lagi beriman dengan kehidupan yang layak di dunia dan akhirat.
I. An Nahl ayat 97 juz 14 :
 “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.’’
 Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki atau perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman. Paling tidak ada dua point penting yang bisa kita ambil dalam ayat di atas, di antaranya :
  1. Ganjaran di dunia    : Berupa kehidupan yang layak
  2. Ganjaran di akhirat : Kompensasi dari Allah berupa pahala berlipat
II. An Nuur ayat 55 juz 18 :  
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Beberapa janji Allah  sangat jelas, di antaranya :
  1. Menjadi Pemegang kepentingan. (Stakeholders)
  2. Dikuatkan agamanya (Strong in faith)
  3. Kenyamanan hidup (Comfortable in life)
Untuk mendapatkan tiga point di atas ternyata tidak terlalu sulit, hanya butuh usaha lebih, Bahkan Allah ta’ala hanya memberikan satu syarat saja setelah iman dan amal soleh yaitu.:  Menyembah Allah ta’ala tanpa menyekutukannya dengan hal apapun.
Catatan tambahan sebagai penutup
 Menuju kebahagiaan tentunya membutuhkan proses, apalagi dalam membina rumah tangga ideal atau yang biasa disebut keluarga SAMA RATA (Sakinah, Mawaddah, Penuh Rahmat dan tentunya takut sama Allah)
Pastikan kalau keduanya harus saling mencintai karena Allah sebagaimana cintanya Rasulullah dan Khadijah, Ali dan Fatimah, juga ada contoh terkini Ibad dan Istrinya, Bj. Habibie dan Hasri Ainun Besari, juga orang tua kita pun bisa sebagai contoh nyata (Insya Allah). Menikah bukanlah atas dasar  paksaan, dipaksa, atau karena ‘iba’ terhadap salah satu pihak, karena yang demikian tentunya bisa berujung pada penyesalan kelak.
Bagaimanapun para lelaki berhak untuk memilih belahan jiwanya sebagaimana para wanita juga berhak untuk menolak lamaran para lelaki yang dirasa kurang ‘’klik’’ dengannya, jika pun ingin menolak tolaklah dengan sekuat tenaga dan sepenuh hati, biarkanlah hati nurani dan akal sehat kita yang memilih dan jika pun menerima jangan lupa bersyukur sambil mengucap “Alhamdulillah yach’’ s.e.s.u.a.t.u ….hehe
Kalau sudah tercipta keluarga SAMA RATA, maka dengan mudah kita bisa berjalan di atas garis pasir pantai yang sama demi menuju negeri impian  idaman setiap insan yaitu Surga ‘Adn, bersama keluarga besar kita. Ya Robbana…..
(yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; [23]  (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum” [5]. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.[24]. QS : Ar Ra’d  ayat 23-24 juz 13.
Catatan ringan di atas  memberikan setitik wacana kepada kita untuk memetik sebuah analisa menarik bahwa’’ Tiada yang membuat wanita solehah  meneteskan air mata bahagia melainkan melihat pujaan hatinya  (suami) takut kepada Allah’’. Wallahu a’lam….
 Saya cukupkan  cerita singkat ini dengan sama-sama bermunajat “Mudah-mudahan kita semua bisa menjadi pribadi yang tidak hanya soleh/solehah saja yang bersifat personal tapi juga menjadi  pribadi muslih / muslihah yang kolektif. Ya Robbana…..”
Sekarang… pertanyaan dari saya adalah:
  1. Tahukah Anda siapa Ibad Rahman?
  2. Lalu seperti apa kepribadian detailnya?
  3. Apa kelebihannya dibanding hamba Allah yang lain?
  4. dan bisakah kita menjadi sosok seperti yang saya tanyakan?
‘’Jawabannya ada di Surat  Al Furqaan ayat 61-77 juz 19’’ (jangan lupa yah… baca teks Arabnya juga, selamat mengkaji,  insya Allah khair).

*Dakwatuna

Balada Telur Ayam




Oleh : Juni Nur Azizah

Bicara telur ayam, buat saya adalah bicara rezeki yang terus mengalir, tak pernah berhenti. Betapa tidak, telur ayam banyak mengajarkan saya banyak hal, tentang keikhlasan, tentang kasih sayang, tentang harapan, dan tentang seni berbagi…
Bicara telur ayam, adalah memutar kembali memori kebersamaan yang menghadirkan haru dalam dada dan menghangat di sudut mata.
Tak pernah ada sudut dalam seni berbagi, pun.. tak pernah ada sudut dalam bentuk telur ayam. Seperti halnya ikhlas, harap dan kasih sayang.. tak pernah bersudut..
*****
Ingat telur ayam, berarti ingat ibu, begitu selalu..
Betapa tidak, bisa dibilang telur ayam dalam banyak hal selalu menginspirasi saya, dan bisa jadi pula karena telur ayam, saya bisa seperti ini..
Berawal ketika saya masih di sekolah dasar kala itu..keadaan keluarga yang pas-pasan, membuat saya tak pernah jajan ketika sekolah. Namun tiap hari, ibu saya, selalu menyiapkan bekal makanan untuk saya, dengan menu yang selalu sama.. ”telur ayam..”
Entah di dadar, di rebus, di ceplok, di orak arik, digulung…. pasti jadi menu keseharian saya di sekolah. Meskipun kondisi keluarga pas-pasan, namun ibu tak pernah membuat porsi bekal makanan yang pas-pasan untuk saya. Selalu saja, ibu membuatkan 2 telur ayam, setiap hari, untuk saya bawa ke sekolah. Tapi, porsi 2 telur ayam itu bukan untuk saya makan semua, porsi saya tetaplah 1, dan 1 porsi lagi, harus saya berikan kepada teman yang hari itu tidak membawa makanan, atau tak mampu untuk jajan. Itulah pesan ibu yang tak pernah saya langgar. tak pernah sekalipun saya berani untuk memakan 2 porsi sekaligus, karena biasanya setiap pulang sekolah, ibu akan selalu bertanya, siapa yang telah saya berikan 1 porsi telur ayam itu, dan saya tak pernah mampu berbohong padanya..
Dan tugas saya tiap hari adalah mencari teman atau siapapun yang tiap hari tidak jajan atau tidak membawa bekal makanan. Hampir semua teman saya pernah menikmati telur ayam buatan ibu, tidak hanya teman, tapi, penjaga sekolah, anak tukang sampah yang suka lewat sekolah, pengemis di dekat sekolah, sampai guru saya pernah menikmatinya. Biasanya setelah itu ada binar bahagia di mata ibu, tatkala saya menceritakan betapa senangnya mereka mendapat 1 porsi telur ayam..
Atau suatu ketika, tidak hanya 2 porsi telur yang ibu bekali untuk saya, tapi ada 2 batang pulpen, 2 batang pensil, permen, coklat, meski tak sesering menu telur.. Tapi semua bekal itu selalu harus saya berikan separuhnya untuk teman ataupun orang lain yang membutuhkan. Itu selalu pesan ibu..
Pernah suatu hari, bekal makanan saya jatuh tersenggol seorang teman. Namun 1 porsi telur ayam sudah saya berikan kepada teman yang hari itu tak jajan, akhirnya hari itu saya tak makan, namun ajaibnya, justru hari itu saya makan menu lengkap yang tak hanya telur sebagai lauk. Ya… hari itu saya makan enak, karena seorang teman memberi saya bekal makanannya, saat tau makanan saya jatuh, dan tak mungkin bisa dimakan. Belum lagi, saya dapat es krim dari bu guru, saat jam pulang sekolah.
Sinar mata ibu yang selalu berkilat indah, atau kadangkala berkaca-kaca saat mendengar cerita saya tiap hari, selalu diakhiri dengan pesan tulus.. ”Selalu berbagi ya nak.. karena di situlah berkahnya tiap rezeki yang Allah berikan untuk kita. Semoga Allah..memudahkan semua urusanmu, dan melancarkan rezekimu”.
Doa tulus itu, kini begitu membekas di saat dewasa saya. Bahkan di saat banyak kemudahan yang saya temui dalam menghadapi masalah-masalah hidup. Bisa jadi, karena ibu telah menempa jiwa saya untuk memiliki semangat berbagi. Dan sekarang, saya pun demikian, belajar menempa jiwa anak-anak saya untuk mau belajar berbagi dan memahami seni berbagi..
Dan telur ayam kini membuat saya begitu berarti. Dari sebuah telur, Alhamdulillah saya bisa kuliah di luar negeri. Dari sebuah telur, alhamdulillah, begitu banyak kemudahan fasilitas yang saya dapatkan. Dari sebuah telur, saya belajar ikhlas dan harap. Dari sebuah telur saya memahami ”tiada nikmat yang mampu kami dustakan, bahkan secuil pun”, dari sebuah telur ayam pula saya merasakan cinta dan kasih sayang tak bersudut.

*Dakwatuna

Jalan Sang Dai: Lilin di tengah Gelap



 Oleh: Muhammad Elvandi, Lc


Tidak akan cahaya ini tampak di tengah siang seperti nyanyian lembut saat gemuruh ombak laut. Hangatnya unggun sangat terasa saat badai salju mulai menerpa. Lilin dakwah yang mulai dinyalakan Rasul tidak akan terfahami kebutuhannya kecuali jika kegelapan di sekitarnya terasa mencekamnya.
Jarak antara Rasulullah dan Nabi Isa itu tidak sedikit. Selama enam abad, manusia bukan hanya lupa bahwa Islam yang dibawa Isa itu ada, bahkan lupa bahwa pencipta semesta ini ada mengawasi. Sampai pada tingkat yang kata Rasulullah “Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi, yang Arab dan yang non-Arab, semuanya hanya memberi-Nya murka, kecuali segelintir ahli kitab”. Mereka ada, hanya segelintir. Seperti Zaid bin ‘Amr bin Nufail ayah Saîd bin Zaid, Waraqah bin Naufal atau Qas bin Sa’âdah. Mungkin satu orang dalam satu kota, atau dalam satu kerajaan.
Di Roma, imperimum terdigjaya saat itu Kristen terpecah. Roma timur yang ibukotanya Konstatinopel memegang Ortodoks dengan Heraklius sebagai kaisarnya, sedang Roma ibukota Roma barat yakin dengan Katolik. Paus menjadi manusia suci yang bebas melakukan apapun, meminta apapun, tanpa larangan, tanpa batasan, bahkan seluruh Raja Eropa perlu mencium tangannya. Moral jatuh, zina menjadi rutinitas yang akan terus menjadi mode untuk generasi setelah mereka hingga saat ini. Hiburan pemuas dengan memasang para budak bertarung dengan binatang buas. Manusia terbagi menjadi bangsawan, jelata dan budak. Mereka punya banyak orang bijak. Salah satu yang terbijak dalam sejarah mereka Plato, yang mengarang buku ‘Kota Ideal’. Katanya budak tidak layak mendapat hak tinggal di kerajaan. Itu kata yang bijaknya.
Persia, saingan terberat Roma, inses menjadi adat. Bapak menikahi putri kandung, atau kaka menikahi adik perempuan. Slogan “semua warga punya hak yang sama” indah diucap tapi topeng untuk komunisme zaman kuno. Maksudnya uang, properti, istri dan anak-anak boleh dinikmati sama-sama oleh siapapun. Tentu yang terkuat yang menikmati. Kisra dianggap suci, anak tuhan. Para pendeta, pemimpin, dan menteri diizinkan mendekat maksimal 5 meter, sedang orang biasa harus menjaga jarak 10 meter. Garis pemerintahan menjadi hak dinasti Sassaniah, walau masih kecil boleh memerintah asal anak raja. Kasta berlapis-lapis. Sembahan mereka api yang dibawa Zoroaster.
Di India, semua yang mungkin di sembah menjadi tuhan. Apa saja. Orang, sungai Gangga, gunung, logam, pedang, atau pena dan kertas. Dan Tuhan yang terpavorit adalah sapi. Manusia terbagi menjadi Brahma, seperti raja dan pendeta. Ksatria, yaitu para petarung. Waisya, para petani dan pedagang. Dan Sudra, para budak. Zina bukan masalah sosial, tapi ibadah. Semakin banyak, semakin taat agama. Jika suami mati, istri harus membakar diri. Jika tidak, ia harus tinggal di dalam rumah suaminya agar masyarakat bebas menghina dan menganiayanya sampai mati.
Sedang Arab, di setiap suku ada berhalanya, hingga di Kabah saja jumlahnya sampai 360. Masyarakat tersungkur dalam kubangan riba, judi, dan khamr. Cara nikah mereka bermacam-macam. Ada yang berkumpul sekitar sepuluh lelaki dengan satu perempuan. Jika hamil, ia bebas memilih salah satu dari mereka menjadi bapaknya dan suaminya. Kejantanan bagi mereka bukanlah darah dalam perang, tapi mengubur hidup-hidup anak perempuan sendiri yang sedang tumbuh lucu. Secara politik mereka tidak pernah bersatu. Berperang selama 40 tahun hanya karena pacuan kuda.
Inilah kegelapan yang menyelimuti punggung kemanusiaan. Ia menyelimuti seluruh pojok bumi. Betapa hangatnya hingga berabad-abad manusia tertidur dalam dekapannya walau kehangatan itu hanyalah prolog menuju panasnya konsekuensi ukhrawi.
Orang-orang bijak datang dan pergi. Mencoba merubah dengan kesendiriannya, dengan dakwah tunggalnya. Mereka menghasilkan pengikut yang baik, beberapa gelintir lalu hilang tak berpenerus. Dan kemanusiaan kembali tersesat dan seperti biasa terjerembab ke sumur  kehancuran. Karena jalan terlalu gelap. Dan kerikil tajam kehidupan berserakan di jalan orang-orang bijak, menghalangi kaki yang mencoba melintasinya.
Hingga datang Muhammad muda, yang tidak pernah bermimpi menjadi pemimpin apalagi nabi. Bahkan ia tidak pernah belajar cara menjadi nabi, karena membaca saja ia tidak bisa. Ia hanya merasa ada yang salah di dunia ini. Tapi ia tidak tahu. Ia tidak pernah berguru maka ia tidak punya solusi. Yang ia yakin hanya satu, bahwa semesta ini punya pencipta, dan pencipta punya misi untuk manusia. Maka ia lepaskan dirinya di antara jejaring rencana Allah.
Di hatinya yang hidup menyala cahaya. Seperti lilin kecil di tengah sahara gelap. Lilin itu akan membesar suatu saat. Mulai dari gua Hira untuk menerangi jalan manusia hingga akhir zaman. “…Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan…”. [al-Mâidah:15-16]. Dari lilin itu akan bersinar peradaban baru. Namun jalan kesana panjang. Walau begitu dari sini kita mulai ikuti jalan sang dai membangun umat.

*Dakwatuna